Sementara peta Asia Tenggara karya kartografer Willem Lodewijcksz, yang terbit pada 1598, menampilkan Jawa yang tidak utuh lantaran sisi selatannya terpotong oleh pembatas bingkai bawah.Tampaknya Lodewijcksz dengan sengaja telah menyembunyikan kemesteriusan Jawa. Pertanyaan seperti apakah sisi selatan Jawa tampaknya telah menyeruak di peta-peta kuno tersebut. Para kartografer tak kuasa lantaran ketidaktersediaan informasi. Mereka merupakan kartografer yang menyimak kisah-kisah para petualang yang merintis penjelajahan ke dunia timur. Salah satu petualang asal Venesia yang sohor dan kerap menjadi referensi para kartografer adalah Marco Polo.
Dirinya sempat berkisah tentang perjalanannya pada saat ke Asia Tenggara di abad ke-13. Meskipun sebagian pihak meragukan kisah perjalanannya, beberapa kartografer abad ke-16 dan ke-17 tetap menggunakan toponimi dari pemberian Polo. Celakanya, Marco Polo juga memberikan penggambaran yang absurd tentang Jawa. “Pulau terbesar di dunia,” demikian bentuk Jawa menurut Polo yang berdasar dari “testimoni pelaut-pelaut yang tahu sebagian tentang hal itu”. Para penjelajah Portugis yang menyambangi Nusantara sebelum kedatangan Belanda, punya persepsi sendiri tentang Jawa. Berdasarkan kisah penghuni pulau tersebut mereka mendapatkan informasi bahwa di tengah pulau terdapat gugusan gunung yang melintang dari barat ke timur. Keadaan geografi itu telah menghentikan komunikasi antara kawasan pantai utara dan selatan.
Pada awal abad 18 sebuah peta Belanda diwaktu itu menunjukkan bahwa hanya pelabuhan pantai utara Jawa saja yang dikenal Belanda. Akibatnya, pelaut Portugis mengurungkan niat untuk segera menjelajahi sisi selatan pesisir Jawa. Misteri rupa pesisir selatan Jawa terpecahkan pada tahun 1580. Francis Drake, seorang pelaut dan politikus Inggris yang mengelilingi dunia pada 1577 sampai dengan 1580, berjejak di pesisir selatan Jawa. Usai menjelajahi kepulauan Maluku dan melewati celah Timor, Drake dan krunya menyusuri jalur selatan dan mendarat di suatu tempat di pesisir selatan Jawa—tampaknya Cilacap.
Peta Asia Tenggara Insulæ Indiæ Orientalis karya kartografer Jodocus Hondius terbit 1606. Pada peta ini Hondius membuat rangkuman berlabuhnya Francis Drake di Cilacap, menandai berakhirnya teka-teki rupa pesisir selatan Jawa, juga bentuk sesungguhnya pulau itu. Kemudian peta berjudul Insulæ Indiæ Orientalis karya kartografer Jodocus Hondius terbit pada 1606. Dia menggambar pesisir selatan Jawa hanya dengan garis putus-putus, namun menyisakan garis tegas yang membentuk teluk untuk kawasan pelabuhannya.
Hondius menorehkan rangkuman kecil di titik tersebut, “Huc Franciscus Dra. Appulit,” yang menandai tempat Drake membuang sauhnya. Sejak terbitnya peta Hondius itu, misteri rupa pesisir selatan Jawa mulai terungkap. Peta-peta setelahnya memberikan gambaran utuh tentang sebuah pulau yang pernah populer di kalangan penjelajah samudra dengan nama Java Major. (Mahandis Y. Thamrin/ NGI, Sumber: Early Mapping of Southeast Asia via Nationalgeographic.co.id)
0 Response to "Misteri Peta Pulau Jawa Yang Membingungkan Penjelajah Abad-16"
Post a Comment